LEGAL UPDATE - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN BERUSAHA BERBASIS RISIKO

Admin / Thursday, 25 March 2021, 09:08

Garis Besar

Perizinan Berusaha dan Pengawasan merupakan instrumen Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam mengendalikan suatu kegiatan usaha. Penerapan pendekatan berbasis Risiko memerlukan perubahan pola pikir (change management) dan penyesuaian tata kerja penyelenggaraan layanan Perizinan Berusaha (business process re-engineering) serta memerlukan pengaturan (re-design) proses bisnis Perizinan Berusaha di dalam sistem Perizinan Berusaha secara elektronik. Melalui penerapan konsep ini, pelaksanaan penerbitan Perizinan Berusaha dapat lebih efektif dan sederhana karena tidak seluruh kegiatan usaha wajib memiliki lzin. Di samping itu melalui penerapan konsep ini, kegiatan Pengawasan menjadi lebih terstruktur baik dari periode maupun substansi yang harus dilakukan dalam kegiatan Pengawasan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (“PP No. 5/2021”) untuk mengatur penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang meliputi: pengaturan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; norma, standar, prosedur dan kriteria Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Melalui Layanan Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission) (“OSS”); tata cara Pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; pendanaan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; dan sanksi.

Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dilakukan berdasarkan penetapan tingkat Risiko dan peringkat skala kegiatan usaha meliputi UMK-M dan/atau usaha besar. Penetapan tingkat Risiko dilakukan berdasarkan hasil analisis Risiko, yang akan menentukan jenis Perizinan Berusaha.

PP No. 5/2021 merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU No. 11/2020”). Dengan terbitnya PP No. 5/2021, maka Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 20l8 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20l8 Nomor 90, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6215) (“PP No. 28/2018”) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Meski demikian, pelaksanaan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem OSS mulai berlaku efektif 4 (empat) bulan sejak PP No. 5/2021 ini diundangkan.

 

Perizinan Berusaha Berbasis Risiko

Penetapan tingkat risiko dilakukan berdasarkan hasil analisis Risiko yang pelaksanaanya dilakukan oleh Pemerintah Pusat berdasarkan:

  • Pengidentifikasian kegiatan usaha;
  • Penilaian tingkat bahaya;
  • Penilaian potensi terjadinya bahaya;
  • Penetapan tingkat Risiko dan peringkat skala usaha; dan
  • Penetapan jenis Perizinan Berusaha.

Berdasarkan penilaian tingkat bahaya, penilaian potensi terjadinya bahaya, tingkat Risiko, dan peringkat skala usaha kegiatan usaha, kegiatan usaha diklasifikasikan menjadi:

  • Risiko rendah;
  • Risiko menengah:
  • Risiko menengah rendah;
  • Risiko menengah tinggi.
  • Risiko tinggi.

Persyaratan yang harus dipenuhi Pelaku Usaha berdasarkan tingkat Risiko:

  • Untuk kegiatan usaha Risiko rendah, Pelaku Usaha hanya dipersyaratkan memiliki NIB.
  • Untuk kegiatan usaha Risiko menengah rendah, Pelaku Usaha dipersyaratkan memiliki NIB dan pernyataan pemenuhan Sertifikat Standar.
  • Untuk kegiatan usaha Risiko menengah tinggi, Pelaku Usaha dipersyaratkan memiliki NIB dan Sertifikat Standar yang telah diverifikasi.
  • Untuk kegiatan usaha Risiko tinggi, Pelaku Usaha dipersyaratkan memiliki NIB dan izin yang telah diverifikasi.

Tahapan pelaksanaan kegiatan usaha terdiri dari tahap persiapan dan operasional dan/atau komersial. Untuk tahap persiapan terdiri dari kegiatan:

  • Pengadaan tanah;
  • Pembangunan bangunan gedung;
  • Pengadaan peralatan atau sarana;
  • Pengadaan sumber daya manusia;
  • Pemenuhan standar usaha; dan/atau
  • Kegiatan lain sebelum dilakukannya operasional dan/atau komersial, termasuk:
  • Prastudi kelayakan atau studi kelayakan; dan
  • Pembiayaan operasional selama masa konstruksi.

Untuk tahap operasional dan/atau komersial kegiatan usahanya terdiri dari:

  • produksi barang/jasa;
  • logistik dan distribusi barang/jasa;
  • pemasaran barang/jasa, dan/atau
  • kegiatan lain dalam rangka operasional dan/atau komersial.

Dalam hal tahap operasional dan/atau komersial kegiatan usaha diperlukan Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha, kementerian/lembaga mengidentifikasi Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha dengan tetap mempertimbangkan tingkat Risiko kegiatan usaha dan/atau produk pada saat pelaksanaan tahap operasional dan/atau komersial kegiatan usaha.

 

Pemerintah Pusat diberikan wewenang untuk menyusun dan menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria Perizinan Berusaha Berbasis Risiko pada setiap sektor penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, yaitu:

  • kelautan dan perikanan;
  • pertanian;
  • lingkungan hidup dan kehutanan;
  • energi dan sumber daya mineral;
  • ketenaganukliran;
  • perindustrian;
  • perdagangan;
  • pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
  • transportasi;
  • kesehatan, obat, dan makanan;
  • pendidikan dan kebudayaan;
  • pariwisata;
  • keagamaan;
  • pos, telekomunikasi, penyiaran, dan sistem dan transaksi elektronik;
  • pertahanan dan keamanan;
  • ketenagakerjaan.

Penerbitan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko sebagaimana disebutkan di atas dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga berikut sesuai kewenangannya masing-masing:

  • Lembaga OSS;
  • Lembaga OSS atas nama menteri/kepala lembaga;
  • Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) provinsi atas nama gubernur;
  • Kepala DPMPTSP kabupaten/kota atas nama bupati/wali kota;
  • Administrator Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); dan
  • Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).