LEGAL UPDATE - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN

Admin / Wednesday, 19 May 2021, 13:50

 Garis Besar

Pemenuhan hak atas rumah merupakan salah satu tanggung jawab negara dalam kerangka melindungi segenap bangsa Indonesia. Atas dasar hal tersebut dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”), maka pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Rumah Susun (“PP No. 13/2021”). PP No. 13/2021 mengatur sebagai berikut:

    1. jenis dan pemanfaatan Rumah Susun;
    2. penyediaan Rumah Susun Umum;
    3. pemisahan Rumah Susun, penguasaan Satuan Rumah Susun (“Sarusun”) pada Rumah Susun Khusus;
    4. bentuk dan tata cara penerbitan Sertifikat Hak Milik (“SHM”) Sarusun,
    5. bentuk dan tata cara penerbitan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (“SKBG”) Sarusun;
    6. pengelolaan Rumah Susun, masa transisi dan tata cara penyerahan pertama kali;
    7. Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (“PPPSRS”);
    8. pengendalian penyelenggaraan Rumah Susun; dan
    9. tata cara pemberian insentif kepada Pelaku Pembangunan Rumah Susun Umum dan Rumah Susun Khusus serta bantuan dan kemudahan pada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (“MBR”).

Dengan terbitnya PP No. 13/2021, maka Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (“PP No. 4/1988”) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Selanjutnya, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (“UU Rumah Susun”) yang ditetapkan sebelum berlakunya PP No. 13/2021 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan PP No. 13/2021.

Peraturan-peraturan Dasar

  1. UU Rumah Susun.
  2. UU Cipta Kerja.

Garis Besar Isi Peraturan

  1. Pemanfaatan Rumah Susun

Setiap orang yang menempati, menghuni, atau memiliki Sarusun wajib memanfaatkan Sarusun sesuai dengan fungsinya, yakni fungsi hunian atau fungsi campuran. Pemanfaatan Rumah Susun dapat berubah dari fungsi hunian ke fungsi campuran karena perubahan rencana tata ruang wilayah. Perubahan fungsi Rumah Susun tersebut wajib mendapatkan Persetujuan Bangunan Gedung (“PBG”) dari bupati/wali kota, sedangkan khusus untuk Provinsi DKI Jakarta perubahan fungsi Rumah Susun wajib mendapatkan izin dari gubernur.

 

  1. Penyediaan Rumah Susun Umum

Pelaku pembangunan Rumah Susun Komersial wajib menyediakan Rumah Susun Umum dengan luas paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari total luas lantai Rumah Susun Komersial yang dibangun. Rumah Susun Umum tersebut dapat berada dalam satu kawasan atau tidak dalam satu kawasan dengan Rumah Susun Komersial.

Penyediaan Rumah Susun Umum yang berada dalam satu kawasan dengan Rumah Susun Komersial dapat berupa:

    1. Satu bangunan Rumah Susun dalam satu Tanah Bersama;
    2. Berbeda bangunan Rumah Susun dalam satu Tanah Bersama; atau
    3. Berbeda bangunan Rumah Susun tidak dalam satu Tanah Bersama.

Penyediaan Rumah Susun Umum yang tidak berada dalam satu kawasan dengan Rumah Susun Komersial, harus berada dalam satu kabupaten/kota, atau provinsi untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Pelaku pembangunan Rumah Susun Komersial wajib membuat surat pernyataan kesanggupan untuk melaksanakan pembangunan Rumah Susun Umum, yang diajukan bersamaan dengan permohonan PBG.

 

  1. Izin Rencana Fungsi dan Pemanfaatan Rumah Susun serta Pengubahannya

Pelaku Pembangunan harus membangun Rumah Susun dan lingkungannya sesuai dengan izin rencana fungsi dan pemanfaatannya yang dilengkapi dengan Pertelaan. Izin rencana fungsi dan pemanfaatan menjadi bagian dalam proses PBG yang diterbitkan bupati/wali kota, khusus untuk Provinsi DKI Jakarta harus mendapatkan izin gubernur. Ketentuan mengenai izin rencana fungsi dan pemanfaatan Rumah Susun serta pengubahannya tercantum dalam Lampiran PP No. 13/2021.

 

  1. Standar Pembangunan Rumah Susun

Standar Pembangunan Rumah Susun meliputi:

    1. persyaratan administratif, meliputi: status hak atas tanah dan PBG.
    2. persyaratan teknis, meliputi:
      • tata bangunan yang meliputi ketentuan arsitektur serta ketentuan peruntukan dan intensitas; dan
      • keandalan bangunan yang meliputi ketentuan aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.

3. persyaratan ekologis, meliputi: keserasian dan keseimbangan fungsi lingkungan.

 

  1. Pemisahan Rumah Susun

Pelaku Pembangunan yang membangun Rumah Susun Umum dan Rumah Susun Komersial wajib memisahkan Rumah Susun atas Sarusun, Benda Bersama, Bagian Bersama, dan Tanah Bersama. Pemisahan Rumah Susun tersebut untuk memberikan kejelasan atas:

    1. Batas Sarusun yang dapat digunakan secara terpisah untuk setiap Pemilik;
    2. Batas dan uraian atas Bagian Bersama dan Benda Bersama yang menjadi hak setiap Sarusun; dan
    3. Batas dan uraian Tanah Bersama dan besarnya bagian yang menjadi hak setiap Sarusun.

Pemisahan Rumah Susun wajib dituangkan dalam bentuk gambar dan uraian yang menjadi dasar untuk menetapkan NPP, SHM Sarusun atau SKBG Sarusun, dan perjanjian pengikatan jual beli.

 

  1. Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun)

Pelaku Pembangunan mengajukan Permohonan Penerbitan SHM Sarusun kepada instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan, dengan melampirkan dokumen akta pemisahan yang disahkan dilampiri dengan Pertelaan, sertifikat hak atas Tanah Bersama, PBG, sertifikat laik fungsi, dan identitas Pelaku Pembangunan.

SHM Sarusun diterbitkan terlebih dahulu atas nama Pelaku Pembangunan. Dalam hal Sarusun telah terjual, Pelaku Pembangunan mengajukan pencatatan peralihan SHM Sarusun menjadi atas nama Pemilik kepada instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan.

 

  1. Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung Satuan Rumah Susun (SKBG Sarusun)

SKBG Sarusun merupakan surat tanda bukti kepemilikan atas Sarusun di atas barang milik Negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa. SKBG Sarusun terdiri atas:

    1. Salinan buku bangunan gedung;
    2. Salinan surat perjanjian sewa atas tanah;
    3. Gambar denah lantai pada tingkat Rumah Susun yang bersangkutan yang menunjukkan Sarusun yang dimiliki; dan
    4. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas Bagian Bersama dan Benda Bersama yang bersangkutan.

Penerbitan SKBG Sarusun meliputi:

    • Penerbitan Pertama Kali

Penerbitan pertama kali SKBG Sarusun dilakukan atas Permohonan Pelaku Pembangunan berdasarkan Akta Pemisahan, yang dilengkapi dengan dokumen akta pemisahan yang disahkan dilampiri dengan Pertelaan, sertifikat hak atas tanah, surat perjanjian sewa atas tanah, PBG, sertifikat laik fungsi, dan identitas Pelaku Pembangunan.

    • Peralihan Hak

Peralihan hak SKBG Sarusun dilakukan dengan cara jual beli di hadapan Notaris.

    • Pembebanan Hak

Pembebanan hak dilakukan berdasarkan Akta Notaris yang dicatat oleh instansi teknis yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bangunan gedung pada kabupaten/kota atau provinsi untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

    • Penggantian

Pemilik SKBG Sarusun mengajukan permohonan penggantian kepada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bangunan gedung pada kabupaten/kota atau provinsi untuk provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

    • Perubahan dan Penghapusan

Perubahan SKBG Sarusun dilakukan terhadap bangunan Rumah Susun yang berubah bentuk dan mengakibatkan perubahan NPP. Penghapusan SKBG Sarusun dilakukan karena tanah dan/atau bangunan musnah, perjanjian sewa atas tanah berakhir, atau pelepasan hak secara sukarela.

    • Pembatalan

Pembatalan SKBG Sarusun dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

    • Pembaharuan

Pembaharuan SKBG Sarusun dilakukan oleh pemilik SKBG Sarusun melalui PPPSRS, yang dilakukan setelah terlebih dahulu mengajukan permohonan baru perjanjian sewa atas tanah.

 

  1. Pengelolaan Rumah Susun, Masa Transisi, dan Tata Cara Penyerahan Pertama Kali

Pengelolaan Rumah Susun

Pengelolaan Rumah Susun meliputi kegiatan operasional, pemeliharaan, dan perawatan Bagian Bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama. PPPSRS berkewajiban mengurus kepentingan para Pemilik dan Penghuni yang berkaitan dengan pengelolaan kepemilikan Benda Bersama, Bagian Bersama, Tanah Bersama, dan penghunian. Dalam melakukan pengelolaan, PPPSRS dapat membentuk atau menunjuk pengelola yang berbadan hukum, terdaftar, dan memiliki izin usaha dari bupati/wali kota, khusus Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dari gubernur.

Masa Transisi

Pelaku Pembangunan yang membangun Rumah Susun Umum milik dan Rumah Susun Komersial milik dalam masa transisi sebelum terbentuknya PPPSRS wajib mengelola Rumah Susun. Masa transisi paling lama 1 (satu) tahun sejak penyerahan pertama kali Sarusun kepada Pemilik. Biaya pengelolaan Rumah Susun pada masa transisi ditanggung oleh Pelaku Pembangunan dan pemilik berdasarkan NPP setiap Sarusun. Dalam hal Pemilik belum memiliki bukti kepemilikan, biaya pengelolaan Rumah Susun ditanggung oleh Pelaku Pembangunan.

 

  1. Perizinan Berusaha Badan Hukum Pengelolaan Rumah Susun

Pengelolaan Rumah Susun harus dilaksanakan oleh Pengelola yang berbadan hukum yang telah mendapatkan Perizinan Berusaha dari bupati/wali kota, khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Perrzinan Berusaha dari gubernur.

 

  1. Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS)

Pemilik Sarusun umum milik dan Sarusun komersial milik wajib membentuk PPPSRS, yang terdiri atas pengurus dan pengawas, yang bertanggung jawab untuk mengurus kepentingan para Pemilik dan Penghuni yang berkaitan dengan pengelolaan kepemilikan Bagian Bersama, Benda Bersama, Tanah Bersama, dan penghunian.

Pembentukan PPPSRS dilakukan dengan pembuatan akta pendirian disertai dengan penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. PPPSRS yang telah mengesahkan akta pendirian serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga melakukan pencatatan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota, atau provinsi untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta kepada Pemerintah Daerah provinsi.

 

  1. Pengendalian Penyelenggaraan Rumah Susun

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melaksanakan pengendalian Penyelenggaraan Rumah Susun. Pengendalian Penyelenggaraan Rumah Susun dilakukan pada tahap perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan, dan pengelolaan. Pengendalian Penyelenggaraan Rumah Susun dilakukan melalui perizinan, pemeriksaan, dan penertiban.

 

  1. Bentuk dan Tata Cara Pemberian Insentif Kepada Pelaku Pembangunan Rumah Susun Umum dan Rumah Susun Khusus serta Bantuan dan Kemudahan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif kepada Pelaku Pembangunan Rumah Susun Umum dan Rumah Susun Khusus serta memberikan bantuan dan kemudahan bagi MBR.

Insentif yang diberikan kepada Pelaku Pembangunan dapat berupa:

    1. Fasilitas dalam pengadaan tanah;
    2. Fasilitas dalam proses sertifikasi tanah;
    3. Fasilitas dalam perizinan;
    4. Fasilitas kredit konstruksi dengan suku bunga rendah;
    5. Insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
    6. Bantuan penyediaan prasarana, sarana dan utilitas umum.

Bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada MBR berupa:

    1. Kredit kepemilikan Sarusun dengan suku bunga rendah;
    2. Keringanan biaya sewa Sarusun;
    3. Asuransi dan penjaminan kredit kepemilikan Rumah Susun;
    4. Insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
    5. Sertifikasi Sarusun.